Selasa, Maret 13, 2012

Sudahkah BANTEN berubah ?


Provinsi Banten berdiri pada tanggal 18 november 2000, dengan Hakamudin Jamal sebagai gubernur pertamanya. Namun statusnya pada saat itu hanya sebagai  pelaksana tugas sementara. Barulah pada 11 januari 2002 Djoko Munandar dilantik sebagai gubernur tetap dengan Ratu atut chosiyah sebagai wakil gubernur. Namun kepemimpinan Kang Djoko Munandar yang diproyeksikan berlangsung selama 5 tahun ini hanya berjalan hingga 10 oktober 2005 saja karena yang bersangkutan terjangkit virus Korupsi. Tonggak kepemimpinan pun jatuh ketangan sang wakil yaitu ibunda Ratu Atut  Chosiyah yang menjadi gubernur Banten dengan status Plt yang  masa tugasnya mulai dari  20 oktober 2005 sampai 10 januari 2007.  


Mungkin karena hanya 2 tahun duduk saja mencicipi manisnya kursi gubernur sang ratu pun mencalonkan diri lagi sebagai gubernur Banten untuk periode 2007 sampai 2012 dan hebatnya dia bisa terpilih ditengah pemerintahannya yang sangat kontroversial itu. Terhitung sejak tanggal 11 januari 2007 sampai sekarang namanya masih menjabat sebagai Banten-1. Apa yang sudah dia perbuat untuk kemajuan Banten? Nihil !. Sampai saat ini tidak ada suatu perubahan yang dirasakan oleh masyarakat Banten. Yang ada adalah kebalikannya, keterpurukan lah yang makin dirasakan oleh masyarakat ini. Pemerintahannya sangat kontroversial, penuh kemunafikkan  dan sesak dengan praktik KKN ini  sangat menciderai image Banten yang disebut – sebut sebagai kota santri dengan masyarakat religiousnya yang sangat menjunjung tinggi nilai – nilai keagamaan.



Banten terletak pada posisi yang strategis dimana provinsi ini menjadi jembatan antara dua pulau terbesar di Indonesia. Kawasan Industrinya pun termasuk besar, banyak sekali perusahaan dan pabrik yang berdomisili di wilayah ini. Kepariwisataannya pun punya nilai jual yang tinggi, sebut saja pantai anyer, pantai carita, pantai tanjung lesung, suku Baduy, masjid agung Banten dan lain sebagainya. Banten adalah provinsi yang sangat potensial tinggal bagaimana pemerintahnya mengelola apa yang ada di Banten ini dengan baik.


Hampir 7 tahun sudah atut menduduki kursi nomor satu di Banten, akan tetapi dia masih belum puas juga dan masih belum mau untuk meninggalkan kursinya itu. Atut masih ingin maju dalam pemilukada untuk memperpanjang kekuasaannya hingga 2017 !. Tengoklah selama 7 tahun pemerintahannya itu, adakah suatu perubahan yang anda rasakan? Adakah suatu pembangunan yang anda lihat? Adakah suatu prestasi yang pernah anda dengar tentang provinsi ini?


Perubahan? Entahlah. Yang saya rasakan adalah kemunduran. Provinsi ini sudah jauh tertinggal dari provinsi provinsi lain. Tidak ada perubahan efektif yang terjadi  dalam dimensi kehidupan masyarakat Banten khususnya dalam dimensi pendidikan dan ekonomi. Degradasi moral budaya para pimpinannya pun kian terasa hingga kini menular kepada masyarakatnya . Budaya kekeluargaan disalah artikan menjadi budaya KKN. Kepentingan bersama pun kini berubah menjadi kepentingan golongan.


Pembangunan?  Hampir tidak ada pembangunan berarti yang dilakukan oleh pemerintah daerah ini.  Padahal sebagai provinsi yang sedang berkembang Banten sangatlah membutuhkan pembangunan sebagai pondasi untuk memperkuat provinsi ini. Pertanyaannya adalah apa yang bisa dibangun jika anggaran untuk membangunnya saja selalu digerogoti? Padahal anggaran itu didapat dari rakyat dan harus digunakan untuk kepentingan rakyat Banten !


Prestasi? Apakah kita bisa berprestasi jika dari pimpinannya sendiri tidak ada hasrat untuk berprestasi? Tidak ada usaha nyata dari mereka untuk memajukan provinsi ini ! Bagaimana mau berprestasi jika sumber daya manusianya tidak diberdayakan dengan baik? Masyarakat dibiarkan bodoh agar dapat dengan mudah dibodohi !


Lalu apa yang sudah atut lakukan selama masa kepemimpinannya itu? Yang dilakukaannya adalah membangun kembali Kerajaan Banten !  Namun Kerajaan Banten yang dibangunnya ini bukanlah kerajaan Banten  seperti yang kita kenal dahulu dengan statusnya sebagai kerajaan yang besar dan disegani serta sangat mengayomi rakyatnya, melainkan kerajaan yang hanya ingin berkuasa tanpa mensejahterakan rakyatnya ! Kerajaan yang penuh dengan kemunafikkan dan selalu menghalalkan segala cara demi kepentingan kelompoknya !


Bermunculannya kota dan kabupaten di Banten ini pun mungkin salah satu cara untuk membagi – bagikan kekuasaan kepada para kerabatnya. Sebagai contoh adalah Kabupaten Tangerang Selatan yang pendiriannya dirasa kurang efektif. Dengan munculnya kabupate/kota baru maka kursi kursi kekuasaan pun makin banyak dan anggaran pun makin membesar hal ini lah yang dimanfaatkan oleh atut untuk membangun kerajaannya itu.
Keluarga dan kerabat Atut memang menguasai Banten. Dari 8 kota dan kabupaten di Provinsi Banten, 4 di antaranya dikuasai kerabat Gubernur, yakni Tb Khaerul Zaman (adik Atut) sebagai Wakil Wali Kota Serang, Ratu Tatu Chasanah (adik Atut) menjadi Wakil Bupati Kabupaten Serang, Heryani (ibu tiri Atut) sebagai Wakil Bupati Pandeglang, dan Airin Rachmi Diany (adik ipar Atut) terpilih menjadi Wali Kota Tangerang Selatan. 


Selain menguasai eksekutif, keluarga Ratu Atut juga menguasai parlemen. Sang suami, Hikmat Tomet, menjadi anggota DPR dari Golkar, lalu anak sulung Atut, Andika Hazrumy, menjadi anggota DPD.


Lalu juga Ade Rossi Chaerunnisa merupakan istri dari Andika juga menantu Atut menjadi anggota DPRD Kota Serang. Adik iparnya, Aden Abdul Khaliq, menjadi anggota DPRD Banten. Dan ibu tirinya, Ratna Komalasari menjadi anggota DPRD Serang. Sementara satu orang yang berasal dari PDIP, yaitu Ratu Ella Syatibi (adik sepupu Atut) menjadi anggota DPRD Banten.


Orang awam pun bisa melihat bagaimana KKNnya pemerintah daerah ini. Dengan peta kekuasaan seperti itu tentu sangat leluasa bagi atut untuk mengatur Banten tanpa harus takut kepada siapapun. Maka tidaklah heran bahwa pemerintah daerah Banten merupakan salah satu pemerintahan terkorup di Indonesia ! Berikut saya cantumkan beberapa tuduhan korupsi yang dilakukan oleh atut dan kroni kroninya :

1. Fasilitas Rumah Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Yang Diberikan Dalam Bentuk Tunjangan Perumahan, Ternyata Diberikan Juga Biaya Pemeliharaan Rumah Jabatan sebesar Rp127.707.600,00, Tidak Sesuai Ketentuan

2. Pengeluaran dan Pertanggungjawaban atas Belanja Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Banten TA 2005 (s.d Oktober) senilai Rp2.597.817.400,00 Tidak Didukung Dengan Bukti Yang Sah

3. Belanja Barang dan Jasa pada Pos Sekretariat DPRD Provinsi Banten Digunakan untuk Kegiatan yang Tidak Sesuai dengan Peruntukannya Sebesar Rp384.500.000,00

4. Pengadaan Lahan Untuk Pembangunan Gedung Mapolda Banten Harganya Lebih Mahal dari Harga Pasaran Tertinggi Sebesar Rp3.448.620.000,00

5. Pengadaan Jembatan Bailley Rangka Baja Knock Down Senilai Rp1.272.568.000,00 Untuk Penanganan Darurat Tidak Siap Pakai, Di Antaranya Terdapat Komponen Yang Kurang Diterima Senilai Rp55.069.000,00 Dan Denda Sebesar Rp3.817.704,00 Belum Dipungut

6. Pembangunan Gedung DPRD Provinsi Banten Senilai Rp62.500.000.000,00 Dilaksanakan Oleh Kontraktor Yang Tidak Memiliki Keahlian/Kemampuan Teknis Bangunan

7. Pemberian Addendum Perpanjangan Waktu atas Pelaksanaan 11 Paket Pekerjaan Pembangunan Jalan dan Jembatan Tidak Sesuai Ketentuan Sehingga Denda Keterlambatan Harus Dikenakan Sebesar Rp1.010.756.157,00

8. Pelaksanaan Pekerjaan Tiga Paket Pembangunan Jalan Tidak Sesuai Kontrak Sebesar Rp349.990.510,71

9. Volume Pekerjaan Pada Dua Paket Pembangunan Jalan Dihitung Lebih Besar Senilai Rp86.632.624,85 Dari Yang Seharusnya

10. Pelaksanaan Pekerjaan Rehabilitasi Situ Garukgak Tidak Sesuai Dengan Yang Dipersyaratkan Dalam Kontrak Sebesar Rp6.615.860,0

11. Pelaksanaan Pekerjaan Perbaikan Tanggul Kiri Sungai Cidurian Terlambat Diselesaikan Dan Belum Dipungut Denda Keterlambatan Sebesar Rp18.798.654,00

12. Pengadaan Obat Pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten Dengan Dana APBD Senilai Rp1.192.008.988,00 Fiktif.

13. Obat Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar Dari Pengadaan TA 2005 Senilai Rp1.493.987.312,00 Belum Semuanya Diterima dan Di Antaranya Lebih Dibayar Sebesar Rp1.070.142.045,00

14. Kegiatan Pengadaan Alat Kesehatan Lebih Dibayar Sebesar Rp5.137.455.309,00 Dan Kepada Rekanan Belum Dikenakan Denda Keterlambatan Sebesar Rp264.044.000,00

15. Addendum Perpanjangan Waktu Atas Dua Pelaksana Kegiatan Di Lokasi RSUD Malimping Tidak Layak Dan Terdapat Kekurangan Pekerjaan Sebesar Rp69.465.163,59

16. Pengadaan Incenerator Tidak Efektif dan Harga Ditetapkan Lebih Tinggi Sebesar Rp240.841.600,00 serta atas Keterlambatan Pekerjaan Tidak Dikenakan Sangsi Denda Sebesar Rp30.557.825,00

17. Pengadaan Barang Senilai Rp361.927.866,00 Belum Dimanfaatkan

18. Penyelesaian Pekerjaan Pembangunan SMA Cahaya Madani Banten Boarding School Terlambat, Belum Dikenakan Denda Sebesar Rp 24.038.004,00, Dan Kelebihan Pembayaran Sebesar Rp 56.984.623,02.

19. Penganggaran Bantuan Pendidikan Guru Swasta/Non PNS Dan Siswa Sebesar Rp10.064.800.000,00 Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Dan Di Antaranya Belum Disalurkan Sebesar Rp 514.000.000,00 

Tidakkah anda kesal terus menerus dibohongi oleh pemerintahan bohong ini? Apakah anda ikhlas uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat luas hanya dinikmati oleh segelintir orang? Dibiarkannya Kondisi jalanan yang rusak, sekolah sekolah yang sudah tidak layak lagi,serta terbengkalainya tempat tempat publik yang menjadi image daerah ini seperti terminal,pelabuhan,alun alun dan lain sebagainya? Bagaimana dengan birokrasinya yang berbelit belit? Pelayanan publik yang selalu melakukan pungutan liar? Sadarkah anda bahwa orang miskin dan pengemis di Banten ini makin hari makin bertambah? Sadarkah anda makin banyak anak anak yang putus sekolah dan terpaksa berkeliaran di jalanan? Dimanakah rasa empati kita? Tidakkah anda muak dengan semua ini? Mau sampai kapan kita seperti ini?


Lihatlah kawan, di depanmu sudah ada perahu. Ambillah dayung dan segeralah berlayar. Bawalah Banten ke arah yang lebih baik. Janganlah takut akan sang badai karena di balik gelapnya sang badai pastilah ada sang mentari. Cepatlah kawan sebelum kayu kayu perahu itu habis digerogoti oleh rayap.

Salam Perubahan !


HH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar